Dilihat dari motif, pola, maupun warnanya, kain-kain tenun tradisional di Indonesia itu berbeda satu dengan yang lainnya. Selain indah, keunikan ragam kain ini ternyata sarat akan filosofi dan cerita mendalam.
Kain Ulos Kain Ulos yang merupakan kain asal Suku Batak Sumatera Utara yang merupakan simbol keberkatan. Secara harfiah, ulos berarti selimut yang menghangatkan badan. Cara pembuatan ulos ini dengan menggunakan alat tenun bukan mesin. Warna dominan dari kain ini antara lain adalah merah, hitam, dan putih yang dihiasi dengan anyaman benang emas atau perak. Ada banyak jenis ulos dari Batak Toba, di antaranya adalah ragi hidup, ragih otang, dan sibolang yang biasa dijadikan selendang. Jenis ulos lainnya adalah ulos sadum angkola/ulos godang yang biasanya diberikan orang tua kepada sang anak tercinta dengan harapan, mendatangkan kegembiraan dan berkat bagi keluarga.
Kain Tapis Kain Tapis berasal dari Lampung dan merupakan simbol perjalanan hidup manusia. Kain ini merupakan jenis tenunan yang terbuat dari benang kapas serta diberi hiasan sulaman benang emas, benang perak, atau sutera. Awalnya, kain tapis dibuat sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dan hanya dikenakan pada acara-acara adat atau ritual keagamaan. Kini, kain tapis digunakan sehari-hari dan banyak dibuat untuk dijadikan sebagai buah tangan andalan dari Lampung. Secara simbolis dan filosofis, kain tapis dengan motif kapal dianggap sebagai simbol perjalanan hidup manusia. Pasalnya, motif kapal dianggap sebagai kendaraan yang membawa perjalanan kehidupan manusia, mulai dari masa kelahiran, masa anak-anak, remaja, dewasa, masa perkawinan, hingga kematian. Selain itu, penggunaan kain tapis juga mencerminkan status sosial seseorang dalam masyarakat adat, apakah dia sebagai tokoh adat atau tokoh masyarakat.
Tenun Troso Troso, kain tenun khas dari Jepara, diberikan nama sesuai kampung kelahirannya, Desa Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara. Mengingat kain tenun Troso berasal dari daerah yang dulunya dikenal dengan kota pelabuhan Kerajaan Mataram, maka pengaruh dan keragaman motif dari berbagai daerah di Nusantara pun turut andil. Ciri khas visual tenun Troso ada pada motif-motif kainnya. Motif-motif tersebut merupakan pengaplikasian motif daerah di Indonesia bagian Timur. Dahulu, banyak masyarakat Troso yang merantau ke Bali dan kemudian pulang ke Desa Troso dengan membawa kain tenun motif khas Bali dan daerah-daerah di sekitarnya. Kemudian motif-motif tersebut oleh para pengrajin tenun dimodifikasi dan diterapkan pada kain tenun.
Tenun Grinsing Kain tradisional yang dibuat oleh Desa Tenganan di Bali ini merupakan satu-satunya kain tenun tradisional Indonesia yang dibuat dengan teknik ikat ganda. Masyarakat Bali, khususnya di Desa Tenganan, percaya bahwa kain ini memiliki kekuatan magis untuk melindungi mereka dari berbagai macam penyakit. Kata gringsing sendiri berasal dari kata "gring" yang berarti sakit dan "sing" yang berarti tidak, sehingga jika digabungkan bermakna "tidak sakit". Menurut mitos Bali, kain gringsing berasal dari kekaguman Indra (Dewa Petir Bali) akan langit malam yang memesona. Dewa Indra kemudian melukiskan apa yang dilihatnya kepada rakyat pilihannya (Tenganan) melalui motif tenunan.
Tenun Ikat Kain tenun ikat Flores memiliki keindahan yang bernilai seni tinggi. Keindahan tersebut tentu tak lepas dari rumitnya proses menenun sebuah kain ikat, yang harus melewati setidaknya 20 tahapan dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Kain tradisional ini diproduksi di beberapa daerah di Flores. Setiap daerah memiliki motif, corak, dan warna yang berbeda yang merepresentasikan ragam suku, adat istiadat, agama, dan kehidupan masyarakat Flores. Tak hanya mencerminkan keragaman, beberapa pola yang terkandung dalam kain tenun ikat Flores juga sarat akan makna. Misalnya, pola belah ketupat yang menggambarkan persatuan antara pemerintah dan masyarakat.